Pulau Tidung, Sang Surga Lembayung
Menjelajah Pulau Tidung, Sang Surga Lembayung
Teks dan foto oleh Made Wahyuni
Pulau Tidung adalah salah satu pulau di Kepulauan Seribu yang bisa ditempuh dalam waktu 2,5 jam dari Jakarta. Disini Anda akan menemukan surga lembayung, dimana matahari terbit dan terbenam selalu tampak mempesona dalam keindahan yang serupa kahyangan.
Bau amis khas pelabuhan menyambut ketika saya tiba di Pelabuhan Muara Angke. Saya harus berjalan sedikit melalui sebuah jalan kecil untuk sampai ke Dermaga Muara Angke yang dipenuhi oleh jejeran perahu nelayan dan perahu angkutan ke Pulau Seribu. Perahu-perahu yang bertuliskan nama tujuan pulau seperti layaknya angkutan kota di Jakarta ini berjajar rapi menunggu penumpang. Karena perahu yang akan membawa saya ke Pulau Tidung sudah penuh dengan penumpang yang sebagian besar adalah rombongan Travel Writing Class hingga ke atap, saya akhirnya mengambil tempat di bagian belakang perahu. Perahu tujuan Muara Angke – Pulau Tidung ini bertarif Rp. 33.000 sekali jalan.
Jangan bayangkan perahu ini seperti kapal Feri yang menyediakan kursi untuk duduk. Disini tidak disediakan kursi, hanya disediakan tikar untuk alas duduk. Walaupun dilengkapi dengan toilet, saya tidak merekomendasikan Anda untuk menggunakan toilet tersebut. Toilet di kapal ini hanya berbentuk kotak kecil sebesar badan manusia dengan lubang WC yang langsung menuju ke laut. Atap WC ini pun terbuka sehingga beresiko diintip oleh penumpang lain yang duduk di atap perahu. Tapi kalau Anda sudah kebelet, ya apa boleh buat.
Sedikit saran bagi Anda yang suka mabuk laut, selain meminum obat anti mabuk, Anda bisa mengambil tempat duduk di bagian belakang atau di dekat jendela perahu. Udara laut yang segar akan mencegah Anda terkena mabuk laut. Atau Anda juga bisa duduk di atap perahu dengan konsekuensi kulit Anda akan terbakar matahari yang sangat terik.
Setelah menempuh perjalanan selama 2,5 jam, sampailah saya di Pulau Tidung Besar. Kami langsung berjalan kaki menuju penginapan Lima Saudara. Penginapan ini terdiri dari lima rumah yang masing-masing terdapat satu atau dua kamar. Satu rumah kira-kira bisa oleh diisi 6-7 orang. Hanya dengan membayar Rp. 200.000/malam Anda akan mendapatkan rumah dengan fasilitas yang cukup lengkap. Ada tempat tidur, kamar mandi, televisi, tempat cuci piring, kompor, TV, kipas angin dan karpet busa. Uniknya, di dinding kamar ditempel kata-kata mutiara.
Pulau Tidung Besar, dengan jumlah penduduk sekitar 4000 jiwa dan wilayah seluas 106,90 Ha termasuk dalam kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Penduduk Pulau Tidung kebanyakan berasal dari Banten dan Bugis. Sebagai wilayah administratif, Pulau Tidung juga dilengkapi dengan sejumlah fasilitas seperti Sekolah Dasar, Madrasah, SMP dan SMK dan juga Puskesmas. Dari hasil perbincangan seorang teman dengan seorang guru di kapal, banyak penduduk Pulau Tidung yang berhasil menjadi sarjana. Dari 4000 penduduk Pulau Tidung, 100 orang adalah sarjana. Walaupun hidup di pulau terpencil, ternyata pendidikan masih merupakan hal yang utama bagi penduduk Pulau Tidung.
Sehabis makan siang, saya dan teman-teman melakukan perjalanan menjelajah Pulau tidung dengan sepeda yang disewakan seharga Rp. 10,000/hari. Untuk Anda yang tidak bisa naik sepeda tidak usah khawatir. Di Pulau Tidung juga ada becak yang siap mengantarkan Anda berkeliling pulau. Menyusuri Pulau Tidung menggunakan sepeda ternyata bukan hal yang mudah. Selain Anda harus berhati-hati karena Pulau Tidung termasuk pulau yang padat dan banyak anak-anak, jalurnya yang berpasir juga akan menyulitkan Anda. Belum lagi undakan-undakan yang harus dilewati sungguh merupakan tantangan tersendiri.
Jajaran ilalang dan pohon nyiur menghiasi jalur sepeda yang kami lalui. Kami sempat berhenti di beberapa spot pantai yang cantik. Air laut yang kehijauan tampak kontras dengan biru langit yang cerah. Belum lagi pasir putih yang berkilau diterpa matahari. Sungguh merupakan pemandangan surgawi. Puas berfoto dan berenang, kami beristirahat di tepi pantai sambil minum air kelapa muda yang baru dipetik. Segarnya air kelapa muda menghilangkan dahaga kami setelah bersepeda.
Kami melanjutkan perjalanan lagi menyusuri perkampungan di Pulau Tidung. Menyusuri jalan-jalan di perkampungan Pulau Tidung Anda akan mendapati beberapa hal menarik seperti tempat pembuatan perahu nelayan tradisional dan juga balai pembibitan benih ikan. Anda juga bisa mengamati aktivitas para penduduk yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan ini. Setelah bersepeda beberapa saat kemudian, sampailah kami di ujung Pulau Tidung Besar yang disebut penduduk sebagai Tanjungan.
Di Tanjungan ini saya mendapati sebuah jembatan kayu sepanjang 1 km yang menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Ada dua buah rumah-rumah kayu yang bisa digunakan sebagai tempat beristirahat. Disini saya dan teman-teman memulihkan tenaga sehabis bersepeda seharian sambil menunggu matahari tenggelam. Jangan lupakan kamera Anda kalau berkunjung ke Pulau Tidung ini. Pemandangan lembayung sore berwarna jingga sayang jika tidak diabadikan. Matahari yang perlahan turun dengan warna nuansa jingga cantik. Air laut yang diterpa sinar mentari nampak keemasan. Angin sore pelabuhan yang sejuk menambah suasana magis nan syahdu. Puas mengabadikan matahari tenggelam, kami bersepeda kembali ke penginapan.
Esok harinya, jam 5 pagi kami bersepeda lagi ke Tanjungan untuk mengejar matahari terbit. Seperti pemandangan matahari tenggelam, detik-detik suasana matahari terbit di Pulau tidung juga mampu membuat saya terkagum-kagum. Sinar matahari yang memancar malu-malu dari balik awan dengan paduan warna biru, jingga dan putih merupakan lukisan alam yang tiada duanya. Sehabis mengabadikan Sang Matahari, kami sarapan pagi bersama di atas jembatan kayu dan beristirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Pulau Tidung Kecil.
Pulau Tidung Kecil
Memasuki Pulau Tidung Kecil, terdapat jalanan berkonblok hingga ke Balai Penelitian benih. Di sisi kanan dan kiri tumbuh pohon-pohon besar dan rindang sehingga membuat jalanan teduh. Saya membayangkan bersepeda di jalan ini dengan menggunakan rok putih panjang menjuntai dan juga topi lebar persis seperti bintang film jaman dahulu.
Sekitar lima menit bersepeda, sampailah saya di Balai Pembibitan Tanaman. Balai ini adalah tempat pembibitan tanaman seperti kelapa, sukun dan lain-lain. Disini saya beristirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Makam Panglima Hitam. Bersepeda menuju ke Makam Panglima Hitam adalah rute yang paling saya sukai. Disini kita harus bersepeda di jalan setapak menembus ilalang yang rimbun hingga memenuhi jalan. Jika Anda bersepeda dengan lebih cepat, sensasi menabrak ilalang tidak kalah dengan sensasi naik wahana Niagara di Dunia fantasi.
Sampai di persimpangan jalan, saya ambil arah belok ke kiri dan tibalah saya di Makam Panglima Hitam. Panglima Hitam adalah orang pertama yang menginjak Pulau Tidung. Menurut literatur yang saya baca, Panglima Hitam yang bergelar Ratu Pangeran Baduy adalah seorang panglima perang dari Cirebon yang kalah perang dan melarikan diri hingga terdampar di Pulau Tidung. Menurut Bapak Suherman, sang penjaga makam, proses penemuan makam ini berawal dari mimpi. Dalam mimpi itu ditunjukkan bahwa ada makam Panglima Hitam di Pulau Tidung Kecil, sehingga akhirnya makam ditemukan dan dirawat hingga saat ini.
Beberapa langkah dari makam Panglima Hitam ada sebuah sumur yang dinamakan Sumur Bawang. Sumur ini dipercaya penduduk dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Orang yang berkunjung ke tempat ini sering membawa air dari Sumur Bawang untuk digunakan sebagai obat. Puas melihat Sumur Bawang, kami melanjutkan perjalanan menuju pantai.
Jalan menuju pantai ini merupakan jalan setapak membelah rimbunan ilalang. Kami berjalan menyusuri pantai hingga tiba di sebuah pantai yang menjorok ke laut. Dari kejauhan tampak pulau kecil yang menurut pemandu kami dinamakan Pulau Gosong. Penuh ingin rasa tahu yang mendalam tentang pulau tersebut ditambah hasrat berendam di air laut yang belum kesampaian membuat saya tak sabar berjalan menyusuri laut menuju ke Pulau Gosong.
Anda yang tidak bisa berenang seperti saya tidak perlu khawatir. Air laut disini hanya sebatas paha orang dewasa dan tidak berombak besar. Yang menarik di sini adalah Anda dapat melihat dengan jelas ikan berwarna-warni cerah melintasi kaki. Walaupun agak sulit untuk melakukan snorkeling disini karena airnya pendek, tetapi melihat ikan berwarna-warni melintasi karang adalah pemandangan yang sungguh menakjubkan. Oh iya, jangan lupa tetap memakai alas kaki ketika menyusuri pantai. Disini banyak ditumbuhi karang yang cukup tajam dan sakit jika terkena kaki.
Hampir mendekati Pulau Gosong, makin banyak karang sehingga menyulitkan saya berjalan. Belum lagi banyak bulu babi di sela-sela karang. Beruntung, ada seorang bapak yang sedang membawa perahu di Pulau Gosong. Dia sedang mencari barang bekas bersama kedua anaknya yang mencari Keong Hujan untuk dimakan. Bapak itu dengan baik hati menjemput kami dengan perahunya sampai ke tepi Pulau Gosong sehingga kami tidak terkena karang maupun Bulu Babi. Tidak banyak yang bisa dilihat di Pulau Gosong. Pulau Gosong hanyalah tumpukan karang bercampur sampah yang membentuk sebuah daratan kecil. Disini Anda dapat melihat burung camar laut berwarna putih terbang lalu lalang diatas kepala anda, kontras dengan birunya langit.
Puas menjelajahi Pulau Gosong kami kembali ke makam Panglima Hitam untuk mengambil sepeda menuju Balai Penelitian Benih. Di depan balai kami minum air kelapa muda sambil berteduh di pohon yang rindang sebelum kembali ke penginapan. Ini adalah perjalanan terakhir saya menjelajahi Pulau Tidung. Kembali ke penginapan saya bersiap-siap untuk perjalanan kembali ke Jakarta.
Perjalanan yang singkat menjelajahi Pulau Tidung tidak mungkin saya lupakan. Dalam perjalanan pulang, keindahan lembayung sore masih terbayang dan saya berharap suatu saat nanti dapat kembali lagi ke Pulau Tidung.
Tips Mengunjungi Pulau Tidung :
1. Pakailah pakaian yang menyerap keringat karena udara di Pulau Tidung sangat panas. Memakai topi juga sangat disarankan.
2. Jangan lupa untuk selalu memakai sun block jika tidak ingin kulit anda terbakar matahari.
3. Sediakan lotion anti nyamuk. Di malam hari banyak nyamuk yang akan mengganggu tidur anda.
4. Periksa sepeda yang ingin anda sewa. Pilihan sepeda yang dilengkapi keranjang akan memudahkan untuk menaruh barang bawaan Anda selama bersepeda.
5. Kenakan selalu alas kaki selama berada di jembatan kayu di Tanjungan untuk menghindari kaki anda terkena serbuk kayu yang tajam.
Note : Tulisan ini juga bisa Anda baca di Majalah CHIC No. 44 Tahun 2009 :)
Jangan bayangkan perahu ini seperti kapal Feri yang menyediakan kursi untuk duduk. Disini tidak disediakan kursi, hanya disediakan tikar untuk alas duduk. Walaupun dilengkapi dengan toilet, saya tidak merekomendasikan Anda untuk menggunakan toilet tersebut. Toilet di kapal ini hanya berbentuk kotak kecil sebesar badan manusia dengan lubang WC yang langsung menuju ke laut. Atap WC ini pun terbuka sehingga beresiko diintip oleh penumpang lain yang duduk di atap perahu. Tapi kalau Anda sudah kebelet, ya apa boleh buat.
Sedikit saran bagi Anda yang suka mabuk laut, selain meminum obat anti mabuk, Anda bisa mengambil tempat duduk di bagian belakang atau di dekat jendela perahu. Udara laut yang segar akan mencegah Anda terkena mabuk laut. Atau Anda juga bisa duduk di atap perahu dengan konsekuensi kulit Anda akan terbakar matahari yang sangat terik.
Setelah menempuh perjalanan selama 2,5 jam, sampailah saya di Pulau Tidung Besar. Kami langsung berjalan kaki menuju penginapan Lima Saudara. Penginapan ini terdiri dari lima rumah yang masing-masing terdapat satu atau dua kamar. Satu rumah kira-kira bisa oleh diisi 6-7 orang. Hanya dengan membayar Rp. 200.000/malam Anda akan mendapatkan rumah dengan fasilitas yang cukup lengkap. Ada tempat tidur, kamar mandi, televisi, tempat cuci piring, kompor, TV, kipas angin dan karpet busa. Uniknya, di dinding kamar ditempel kata-kata mutiara.
Pulau Tidung Besar, dengan jumlah penduduk sekitar 4000 jiwa dan wilayah seluas 106,90 Ha termasuk dalam kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Penduduk Pulau Tidung kebanyakan berasal dari Banten dan Bugis. Sebagai wilayah administratif, Pulau Tidung juga dilengkapi dengan sejumlah fasilitas seperti Sekolah Dasar, Madrasah, SMP dan SMK dan juga Puskesmas. Dari hasil perbincangan seorang teman dengan seorang guru di kapal, banyak penduduk Pulau Tidung yang berhasil menjadi sarjana. Dari 4000 penduduk Pulau Tidung, 100 orang adalah sarjana. Walaupun hidup di pulau terpencil, ternyata pendidikan masih merupakan hal yang utama bagi penduduk Pulau Tidung.
Sehabis makan siang, saya dan teman-teman melakukan perjalanan menjelajah Pulau tidung dengan sepeda yang disewakan seharga Rp. 10,000/hari. Untuk Anda yang tidak bisa naik sepeda tidak usah khawatir. Di Pulau Tidung juga ada becak yang siap mengantarkan Anda berkeliling pulau. Menyusuri Pulau Tidung menggunakan sepeda ternyata bukan hal yang mudah. Selain Anda harus berhati-hati karena Pulau Tidung termasuk pulau yang padat dan banyak anak-anak, jalurnya yang berpasir juga akan menyulitkan Anda. Belum lagi undakan-undakan yang harus dilewati sungguh merupakan tantangan tersendiri.
Jajaran ilalang dan pohon nyiur menghiasi jalur sepeda yang kami lalui. Kami sempat berhenti di beberapa spot pantai yang cantik. Air laut yang kehijauan tampak kontras dengan biru langit yang cerah. Belum lagi pasir putih yang berkilau diterpa matahari. Sungguh merupakan pemandangan surgawi. Puas berfoto dan berenang, kami beristirahat di tepi pantai sambil minum air kelapa muda yang baru dipetik. Segarnya air kelapa muda menghilangkan dahaga kami setelah bersepeda.
Kami melanjutkan perjalanan lagi menyusuri perkampungan di Pulau Tidung. Menyusuri jalan-jalan di perkampungan Pulau Tidung Anda akan mendapati beberapa hal menarik seperti tempat pembuatan perahu nelayan tradisional dan juga balai pembibitan benih ikan. Anda juga bisa mengamati aktivitas para penduduk yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan ini. Setelah bersepeda beberapa saat kemudian, sampailah kami di ujung Pulau Tidung Besar yang disebut penduduk sebagai Tanjungan.
Di Tanjungan ini saya mendapati sebuah jembatan kayu sepanjang 1 km yang menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Ada dua buah rumah-rumah kayu yang bisa digunakan sebagai tempat beristirahat. Disini saya dan teman-teman memulihkan tenaga sehabis bersepeda seharian sambil menunggu matahari tenggelam. Jangan lupakan kamera Anda kalau berkunjung ke Pulau Tidung ini. Pemandangan lembayung sore berwarna jingga sayang jika tidak diabadikan. Matahari yang perlahan turun dengan warna nuansa jingga cantik. Air laut yang diterpa sinar mentari nampak keemasan. Angin sore pelabuhan yang sejuk menambah suasana magis nan syahdu. Puas mengabadikan matahari tenggelam, kami bersepeda kembali ke penginapan.
Esok harinya, jam 5 pagi kami bersepeda lagi ke Tanjungan untuk mengejar matahari terbit. Seperti pemandangan matahari tenggelam, detik-detik suasana matahari terbit di Pulau tidung juga mampu membuat saya terkagum-kagum. Sinar matahari yang memancar malu-malu dari balik awan dengan paduan warna biru, jingga dan putih merupakan lukisan alam yang tiada duanya. Sehabis mengabadikan Sang Matahari, kami sarapan pagi bersama di atas jembatan kayu dan beristirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Pulau Tidung Kecil.
Pulau Tidung Kecil
Memasuki Pulau Tidung Kecil, terdapat jalanan berkonblok hingga ke Balai Penelitian benih. Di sisi kanan dan kiri tumbuh pohon-pohon besar dan rindang sehingga membuat jalanan teduh. Saya membayangkan bersepeda di jalan ini dengan menggunakan rok putih panjang menjuntai dan juga topi lebar persis seperti bintang film jaman dahulu.
Sekitar lima menit bersepeda, sampailah saya di Balai Pembibitan Tanaman. Balai ini adalah tempat pembibitan tanaman seperti kelapa, sukun dan lain-lain. Disini saya beristirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Makam Panglima Hitam. Bersepeda menuju ke Makam Panglima Hitam adalah rute yang paling saya sukai. Disini kita harus bersepeda di jalan setapak menembus ilalang yang rimbun hingga memenuhi jalan. Jika Anda bersepeda dengan lebih cepat, sensasi menabrak ilalang tidak kalah dengan sensasi naik wahana Niagara di Dunia fantasi.
Sampai di persimpangan jalan, saya ambil arah belok ke kiri dan tibalah saya di Makam Panglima Hitam. Panglima Hitam adalah orang pertama yang menginjak Pulau Tidung. Menurut literatur yang saya baca, Panglima Hitam yang bergelar Ratu Pangeran Baduy adalah seorang panglima perang dari Cirebon yang kalah perang dan melarikan diri hingga terdampar di Pulau Tidung. Menurut Bapak Suherman, sang penjaga makam, proses penemuan makam ini berawal dari mimpi. Dalam mimpi itu ditunjukkan bahwa ada makam Panglima Hitam di Pulau Tidung Kecil, sehingga akhirnya makam ditemukan dan dirawat hingga saat ini.
Beberapa langkah dari makam Panglima Hitam ada sebuah sumur yang dinamakan Sumur Bawang. Sumur ini dipercaya penduduk dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Orang yang berkunjung ke tempat ini sering membawa air dari Sumur Bawang untuk digunakan sebagai obat. Puas melihat Sumur Bawang, kami melanjutkan perjalanan menuju pantai.
Jalan menuju pantai ini merupakan jalan setapak membelah rimbunan ilalang. Kami berjalan menyusuri pantai hingga tiba di sebuah pantai yang menjorok ke laut. Dari kejauhan tampak pulau kecil yang menurut pemandu kami dinamakan Pulau Gosong. Penuh ingin rasa tahu yang mendalam tentang pulau tersebut ditambah hasrat berendam di air laut yang belum kesampaian membuat saya tak sabar berjalan menyusuri laut menuju ke Pulau Gosong.
Anda yang tidak bisa berenang seperti saya tidak perlu khawatir. Air laut disini hanya sebatas paha orang dewasa dan tidak berombak besar. Yang menarik di sini adalah Anda dapat melihat dengan jelas ikan berwarna-warni cerah melintasi kaki. Walaupun agak sulit untuk melakukan snorkeling disini karena airnya pendek, tetapi melihat ikan berwarna-warni melintasi karang adalah pemandangan yang sungguh menakjubkan. Oh iya, jangan lupa tetap memakai alas kaki ketika menyusuri pantai. Disini banyak ditumbuhi karang yang cukup tajam dan sakit jika terkena kaki.
Hampir mendekati Pulau Gosong, makin banyak karang sehingga menyulitkan saya berjalan. Belum lagi banyak bulu babi di sela-sela karang. Beruntung, ada seorang bapak yang sedang membawa perahu di Pulau Gosong. Dia sedang mencari barang bekas bersama kedua anaknya yang mencari Keong Hujan untuk dimakan. Bapak itu dengan baik hati menjemput kami dengan perahunya sampai ke tepi Pulau Gosong sehingga kami tidak terkena karang maupun Bulu Babi. Tidak banyak yang bisa dilihat di Pulau Gosong. Pulau Gosong hanyalah tumpukan karang bercampur sampah yang membentuk sebuah daratan kecil. Disini Anda dapat melihat burung camar laut berwarna putih terbang lalu lalang diatas kepala anda, kontras dengan birunya langit.
Puas menjelajahi Pulau Gosong kami kembali ke makam Panglima Hitam untuk mengambil sepeda menuju Balai Penelitian Benih. Di depan balai kami minum air kelapa muda sambil berteduh di pohon yang rindang sebelum kembali ke penginapan. Ini adalah perjalanan terakhir saya menjelajahi Pulau Tidung. Kembali ke penginapan saya bersiap-siap untuk perjalanan kembali ke Jakarta.
Perjalanan yang singkat menjelajahi Pulau Tidung tidak mungkin saya lupakan. Dalam perjalanan pulang, keindahan lembayung sore masih terbayang dan saya berharap suatu saat nanti dapat kembali lagi ke Pulau Tidung.
Tips Mengunjungi Pulau Tidung :
1. Pakailah pakaian yang menyerap keringat karena udara di Pulau Tidung sangat panas. Memakai topi juga sangat disarankan.
2. Jangan lupa untuk selalu memakai sun block jika tidak ingin kulit anda terbakar matahari.
3. Sediakan lotion anti nyamuk. Di malam hari banyak nyamuk yang akan mengganggu tidur anda.
4. Periksa sepeda yang ingin anda sewa. Pilihan sepeda yang dilengkapi keranjang akan memudahkan untuk menaruh barang bawaan Anda selama bersepeda.
5. Kenakan selalu alas kaki selama berada di jembatan kayu di Tanjungan untuk menghindari kaki anda terkena serbuk kayu yang tajam.
Note : Tulisan ini juga bisa Anda baca di Majalah CHIC No. 44 Tahun 2009 :)