Setu Babakan
Berawal dari sebuah perbincangan di milis Indobackpacker tentang cagar budaya betawi Setu Babakan, saya tertarik untuk pergi berkunjung kesana. Kebetulan lokasinya yang di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, tidak jauh dari rumah saya. Setelah bertanya-tanya tentang lokasi dan transportasi menuju kesana, saya memutuskan pergi ke sana pada hari Sabtu tanggal 16 Juli 2005.
Pada hari Sabtu, cuaca agak mendung, tetapi tidak menyurutkan niat saya untuk menyambangi Setu Babakan. Jam 12.30 siang saya berangkat dari rumah menuju terminal Pasar Minggu. Saya janjian dengan teman saya, Gina, yang akan menemani saya ke Setu Babakan. Dari Pasara Minggu, saya naik Kopaja 616, jurusan Blok M – Cipedak. Setelah perjalanan sekitar 30 menit dan membayar ongkos sebesar 1.400 rupiah, akhirnya saya dan Gina sampai di pintu gerbang Setu Babakan. Suasana nampak sepi, jalanan basah sehabis diguyur hujan. Saya dan Gina menapaki jalan di Perkampungan Betawi Setu babakan itu. Ketika memasuki perkampungan, kami langsung disuguhi pemandangan rumah-rumah bergaya Betawi, walaupun ada juga rumah-rumah biasa tanpa setuhan arsitektur Betawi. Bahkan mesjidnya pun bergaya arsitektur betawi.
Tujuan pertama kami adalah menemukan danau Setu Babakan. Kami mengambil jalan lurus saja. Setelah beberapa lama, akhirnya sampailah kami di danau Setu Babakan. Sayangnya, kami tiba dari arah yang salah sehingga jalan yang kami lalui masih tanah dan becek karena habis hujan. Saya sempat kecewa karena danaunya ternyata biasa saja. Danau ini banyak dipergunakan orang untuk memancing ikan. Di tengah danau ada juga pemancing yang menggunakan perahu kecil, tetapi di pinggiran danau ternyata terdapat banyak sekali pemancing.
Kami menyusuri danau dan disuguhi lebih banyak lagi pemandangan. Di tepi-tepi danau banyak terdapat tempat duduk, dan juga warung-warung makanan. Uniknya, warung-warung di Setu Babakan ini juga bergaya betawi. Banyak anak-anak muda yang datang ke tempat ini dengan menggunakan motor. Kabarnya, setiap malam Minggu, Setu Babakan ini banyak digunakan sebagai tempat wakuncar anak-anak muda. Tetapi sebaiknya jika ingin kesini, sebelum jam 7 malam, karena Setu Babakan hanya dapat dikunjungi dari jam 9 pagi hingga jam 7 malam.
Ternyata, di danau Setu Babakan ini kita bisa menaikin perahu bebek atau sepeda air. Dengan bentuk dan warna yang bermacam-macam, sepeda air ini mampu menarik perhatian pengunjung, khususnya anak-anak. Di ujung jalan yang becek, yang berbatasan dengan jalan konblok, kami menemukan tukang kerak telor, makanan khas betawi. Anda dapat menikmati makan tradisional betawi ini seharga 5.000 rupiah satu porsi. Sambil memandangi danau, saya dan Gina menikmati suguhan kerak telor hangat dan teh botol.
Setelah makanan habis, kami melanjutkan perjalanan. Ternyata kami menemukan rumah betawi lagi. Saat kami datangi, ternyata rumah betawi ini lebih bagus dari yang kami lihat sebelumnya. Dan ternyata rumah ini tidak hanya satu, ada beberapa rumah lagi yang berdekatan yang bergaya betawi, termasuk kantor pengelola perkampungan betawi Setu Babakan ini. Saya dan Gina sempat berfoto-foto sebentar di rumah bergaya betawi ini. Saat kami berkunjung kesana, ternyata sedang ada persiapan untuk acara Hari Minggu. Kabarnya Wakil Gubernur dan dinas pariwisata akan datang dengan tokoh betawi bokir dan Bolot.
Puas berfoto dan menonton atraksi anak-anak yang akan mengisi acara besok, saya dan Gina memutuskan pulang. Mendung yang semakin tebal membuat kami harus pulang dan meninggalkan Cagar Budaya Betawi yang asri itu.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home